SEJARAH ABANG NONE
Dimulai
sejak 1968 ketika kegiatan itu bernama None Jakarta. Jika menilik
sejarah, masa itu merupakan masa awal Orde Baru. Saat Indonesia untuk pertama
kalinya menikmati stabilitas politik dan ekonomi. Pendpatan GNP penduduk
Indonesia saat itu mengalami kenaikan sebesar 7 hingga 8 persen jauh dari masa
sebelumnya.
Gubernur DKI Jakarta waktu itu Ali Sadikin
melakukan pembenahan terhadap tata kota, di tangan dinginnya Jakarta
bertransformasi dari The Big Village menjadi Kota Metropolitan.3 Tidak hanya cukup pembangunan fisik, Bang Ali juga
melakukan pembangunan budaya. Dia menyadari ketika pertama kali memerintah pada
1966 penduduk Jakarta masih 3,4 juta jiwa dan dari jumlah itu sekitar 78
persen adalah pendatang. Karena Jakarta adalah ibukota negara maka di tempat
ini harus bisa diwujudkan seni budaya seluruh Indonesia. Oleh karena itu
Pemeirntah DKI Jakarta membentuk BKS (Badan Kerjasama Seni dan
Budaya). Dibentuk juga Dewan Kesenian Jakarta. Bersamaan dengan
dibangunnya Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 1968.
Kontes None Jakarta Pertama diadakan bertepatan dengan HUT
Jakarta ke 441 pada 22 Juni 1968 di Miraca Sky Club, Sarinah. Waktu itu
pesertanya hanya 36 orang. Yang terpilih sebagai None Jakarta ialah
Riziani Malik. Hadiahnya berupa piala dari PT Arafat, tiket ke
Paris dan seperangkat peralatan minum teh. Selain Rizani terdapat dua
nama gadis yang kelak lebih mencuat namanya, yaitu connie Sutedja (Pemenang ke
III) dan Dewi Motik (Pemenang Harapan) .
Kontes None Jakarta berikutnya diadakan pada 22 juni 1969
juga di Miraca Sky Club Sarinah. Pesertanya meningkat menjadi 150 orang.
Panitia melakukan seleksi hingga hanya 30 finalis. Saat itu pertama kali
panitai menjual tiket kepada publik seharga Rp 6.000 per lembar.
Dalam kontes kedua ini yang menjadi pemenang adalah Masayu Nilawati
Saleh. Pemenang keduanya Linda Sjamsudin dan Jojo Mochtar. Hadiah yang
diterima Masayu adalah tiket ke Kuala Lumpur dari KLM.
Baru pada 1971 Abang Jakarta mulai dikonteskan. Yang menjadi
pemenang adalah Hamid Alwi dan menjadi None-nya adalah Tjike Soegiarto. Dalam
kontes 1971 ini antara lain diikuti Poppy Dharsono yang waktu itu masih berusia
20 tahun. 6 Menyimak harian Kompas pada waktu itu diceritakan
pemilihan Abang dan None Jakarta 1971 dilakukan dalam dua tahap. Pada
tahap pertama disaring 140 calon None dan 30 calon Abang di Arena Tertutup
Taman Ismail Marzuki pada Kamis malam, 17 Juni dan Jumát malam 18 Juni.
Para
Calon None hanya memperagakan sejenis pakaian saja, yaitu
mengenakan kain sarung dengan baju kebaya serta kain kerudung. Yang dinilai
oleh para juri ialah kekhasan pakaian, termasuk kombinasi warna.
Para Calon None harus menunjukkan luwesan berjalan, menaruh tas serta
mengenakan kerudung. Penampilan kepribadiannya juga menjadi pertimbangan.
Agak
berbeda dengan penilaian terhadap Calon Abang Jakarta. Mereka diminta
berpencak di depan para juri. Pada malam pertama para Calon Abang ini
berpakaian ala Djampang, namun ada pula yang tampil denagn pakaian lengkap
serta pelayan hotel. Tetapi pada umumnya mereka tampil dengan golok di
pinggang, kumis melintang jambang panjang, kain pelekat serta cangklong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar